Anak merupakan salah satu anugerah dari Tuhan yang
harus dijaga. Terlebih, seorang anak adalah harapan bangsa yang kelak akan
memimpin bangsa dan negaranya. Oleh sebab itu potensi anak harus dikembangkan
secara maksimal, serta menjauhkan mereka dari segala bentuk tindak kekerasan
dan diskriminasi, agar anak bisa hidup, tumbuh, berkembang, dan ikut
berpartisipasi sesuai dengan kemampuan demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Perlindungan terhadap anak harus dilakukan
karena seringkali anak menjadi objek
kekerasan dan tindak diskriminasi oleh orang dewasa.Selain itu, perlindungan
terhadap anak merupakan salah satu hak anak yang wajib dipenuhi oleh orang tua,
keluarga, masyarakat, negara, dan pemerintah baik pusat maupun daerah , sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Akan tetapi dalam kenyataannya, di Indonesia tidak semua anak memiliki
keberuntungan dan mendapatkan perlindungan yang menjadi hak mereka. Tercatat
oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2009 terdapat sejumlah 230 ribu anak
jalanan di Indonesia. Jumlah yang mencapai angka ratusan ribu tersebut tersebar
di berbagai daerah di Indonesia, khususnya kota-kota besar. Hal ini membuktikan
bahwa kurang maksimalnya perlindungan terhadap anak-anak di Indonesia, sebab
jalanan merupakan tempat yang dapat membahayakan keselamatan mereka.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
perlindungan terhadap anak merupakan tugas semua elemen baik dari orang tua,
keluarga, masyarakat, negara, pemerintah baik pusat maupun daerah. Padahal telah diketahui bersama, bahwa keberadaan
anak di jalanan seringkali disebabkan oleh tidak adanya peran orang tua dan
keluarga sebagai pelindung utama anak-anak. Oleh sebab itu, diperlukan
peran dari elemen lain seperti masyarakat, negara dan pemerintah baik pusat
maupun daerah.
Pemerintah sendiri hingga
saat ini terus berupaya untuk mengentaskan anak-anak dari jalanan, terbukti
dari beberapa daerah yang semakin giat membuat program berkaitan dengan anak
jalanan. Semarang misalnya, pemerintah daerah setempat pada tahun 2014 telah
mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2014 tentang Penanganan Anak
Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Semarang. Selain itu pada 27 Oktober
2013 lalu, walikota Surakarta mendeklarasikan kelurahan layak anak demi
terwujudnya program Kota Surakarta Bebas Anak Jalanan. Selain dua kota
tersebut, masih banyak lagi program-program pemerintah baik pusat maupun daerah
untuk menangani masalah anak jalanan.
Lantas, dengan disahkannya peraturan dan program pemerintah tidak menjadikan masyarakat boleh menutup mata untuk berperan aktif dalam melindungi anak jalanan. Tetapi, masyarakat juga harus ikut bekerja sama dengan pemerintah untuk bersama-sama mengentaskan anak-anak dari bahaya yang dapat mengancam keselamatan mereka baik dari segi fisik maupun mental.
Lantas, dengan disahkannya peraturan dan program pemerintah tidak menjadikan masyarakat boleh menutup mata untuk berperan aktif dalam melindungi anak jalanan. Tetapi, masyarakat juga harus ikut bekerja sama dengan pemerintah untuk bersama-sama mengentaskan anak-anak dari bahaya yang dapat mengancam keselamatan mereka baik dari segi fisik maupun mental.
Kemudian, apa sebenarnya kaitan antara masalah anak jalanan dengan
mahasiswa NU? Ya, mahasiswa NU juga harus ikut berperan dalam melindungi dan ikut
mengentaskan masalah anak jalanan. Karena melindungi mereka merupakan salah
satu pengaplikasian sikap kemasyarakatan NU, yaitu sikap Tawazun dan Amar
Ma’ruf Nahi Munkar. Sikap tawazun yang dapat diartikan sebagai sikap seimbang dalam
berkhidmah, baik kepada Allah SWT, sesama manusia serta lingkungannya.
Sedangkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan sikap peka yang mendorong warga NU
untuk berperilaku baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak
dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai
kehidupan.
Selain itu, NU merupakan
salah satu organisasi yang mengakar kuat dikehidupan masyarakat khususnya dalam
lapisan sosial menengah bawah. Hal ini yang kemudian menjadikan mahasiswa NU
wajib menjadi salah satu bagian yang memiliki manfaat bagi masyarakat bawah
khususnya anak-anak jalanan. Serta tidak dapat dipungkiri, bahwa banyak
mahasiswa NU berasal dari keluarga dengan perekonomian menengah bawah
mendapatkan beasiswa sehingga dapat merasakan pendidikan hingga jenjang
perguruan tinggi.
Beberapa aksi mahasiswa
sebagai bentuk kepedulian kaum muda terhadap anak jalanan memang telah banyak
dilakukan, seperti melalui komunitas Rumah Pintar BangJo di Semarang, Komunitas
Save Street Child (SSC) yang tersebar diberbagai perguruan tinggi di Indonesia
dan Komunitas Satoe Atap. Lalu, apa yang
dapat dilakukan oleh mahasiswa NU yang pada awal Tahun 2015 telah tergabung
dalam Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU)? KMNU yang memiliki anggota
dari berbagai disiplin ilmu, sebenarnya memiliki potensi yang cukup baik untuk
membantu anak jalanan.
Misalnya dengan melakukan
program belajar bersama anak jalanan, baik pengetahuan umum maupun agama.
Selain itu melakukan penanganan secara psikologis, karena seringkali kasus yang
muncul mengenai anak jalanan adalah kekerasan baik secara fisik maupun
psikologis. Hal ini yang kemudian dapat menimbulkan efek trauma berkepanjangan
dalam diri anak-anak.
‘Jika ahli ilmu dan hujjah
tidak lagi memberi manfaat
Maka keberadaan mereka di
tengah masyarakat
sama saja dengan orang
bodoh.
Begitupun jika seseorang
tidak memberikan manfaat kepada orang lain
Maka keberadaannya bagaikan
duri di antara bunga.’
(dikutip dari buku “Khittah dan Khidmah Nahdlatul Ulama”)
Sekarang adalah saatnya mahasiswa NU ikut berperan aktif dalam membantu
mengentaskan masalah anak jalanan, dengan mengulurkan tangan kepada saudara
kita yang berada di jalanan. Karena sebenarnya keberadaan mereka di jalan tak
lebih dari mencari kebahagian, yang saat ini telah kita rasakan.
(Pernah di publish di web resmi kmnu.or.id)
No comments:
Post a Comment