"Mengapa perpisahan selalu terasa menyakitkan?"
"Ada apa?"
"Entahlah, akhir-akhir ini aku terlalu sering mendengar kata perpisahan. Satu persatu dari mereka akhirnya pergi"
"Bukankah itu hukum alam? Ketika ada yang datang, maka akan ada yang pergi"
"Dan sangat menyedihkan ketika hal itu terjadi. Awalnya, aku merasa tak nyaman dengan mereka, kau tau. Tapi, ternyata aku salah, bahkan ketika harus mengucap selamat tinggal, seolah ada yang hilang disini."
"Kau merindukan mereka?"
"Tentu saja, banyak orang yang kurindukan disini. Senyum mereka, kisah mereka, hingga bentakan-bentakan mereka."
"Mereka tentu juga merindukanmu"
"Semoga saja."
"Kau bahkan juga akan meninggalkan yang tersisa disini bukan?"
"Ya. Aku tak ingin membayangkan bagaimana rasanya ketika tubuhku tak lagi berada disini, meninggalkan apa yang sudah melekat dari sini. Bangunan hijau, kamar mandi yang selalu antre, dapur yang tak pernah sepi dari kepulan asap, kamar yang enggan untuk bersih barang sejenak, masjid yang kian menentramkan, sekat pembatas, dan tentu saja, lantai empat dengan dua tower yang menjulang tinggi menusuk langit."
"Nikmati itu semua."
"Ya, waktu kian cepat bergerak."
"Dan nyatanya waktu tak pernah mau membiarkan kita duduk sejenak."
"Kau juga akan meninggalkanku seperti mereka, Kak?"
"Entahlah, aku harap tidak. Tapi, kuharap ketika aku harus pergi, Allah menggantikanku dengan orang yang jauh lebih baik, mau duduk ber jam-jam sekadar mendengarkanmu bercerita, mendengar omelan-omelanmu tentang tumpukan-tumpukan tugas itu."
"Yaaa, aku menyayangimu."
"Aku tau itu kurcaci kecil."
"Ada apa?"
"Entahlah, akhir-akhir ini aku terlalu sering mendengar kata perpisahan. Satu persatu dari mereka akhirnya pergi"
"Bukankah itu hukum alam? Ketika ada yang datang, maka akan ada yang pergi"
"Dan sangat menyedihkan ketika hal itu terjadi. Awalnya, aku merasa tak nyaman dengan mereka, kau tau. Tapi, ternyata aku salah, bahkan ketika harus mengucap selamat tinggal, seolah ada yang hilang disini."
"Kau merindukan mereka?"
"Tentu saja, banyak orang yang kurindukan disini. Senyum mereka, kisah mereka, hingga bentakan-bentakan mereka."
"Mereka tentu juga merindukanmu"
"Semoga saja."
"Kau bahkan juga akan meninggalkan yang tersisa disini bukan?"
"Ya. Aku tak ingin membayangkan bagaimana rasanya ketika tubuhku tak lagi berada disini, meninggalkan apa yang sudah melekat dari sini. Bangunan hijau, kamar mandi yang selalu antre, dapur yang tak pernah sepi dari kepulan asap, kamar yang enggan untuk bersih barang sejenak, masjid yang kian menentramkan, sekat pembatas, dan tentu saja, lantai empat dengan dua tower yang menjulang tinggi menusuk langit."
"Nikmati itu semua."
"Ya, waktu kian cepat bergerak."
"Dan nyatanya waktu tak pernah mau membiarkan kita duduk sejenak."
"Kau juga akan meninggalkanku seperti mereka, Kak?"
"Entahlah, aku harap tidak. Tapi, kuharap ketika aku harus pergi, Allah menggantikanku dengan orang yang jauh lebih baik, mau duduk ber jam-jam sekadar mendengarkanmu bercerita, mendengar omelan-omelanmu tentang tumpukan-tumpukan tugas itu."
"Yaaa, aku menyayangimu."
"Aku tau itu kurcaci kecil."
No comments:
Post a Comment